Sabtu, 21 Juni 2025

Pendakian Pertama Gunung Prau, Awal Sebuah Perjalanan

  Sejujurnya nggak pernah nyangka bakal naik gunung. Dulu sering mikir, "Ngapain sih capek-capek nanjak cuma buat liat langit?" Tapi semua berubah pas akhirnya gue nekat coba, dan Gunung Prau jadi gerbang pertama gue kenal dunia pendakian. Ternyata... worth it banget.

Start dari Basecamp: Suasana Desa yang Adem Banget

Pagi-pagi banget aku nyampe di basecamp Igirmranak. Desa kecil ini punya suasana yang tenang, kabut masih menggantung rendah, dan udara super adem. Beberapa warung kecil sudah buka, wangi gorengan dan kopi panas langsung nyambut kedatangan kami. Kami sempat ngobrol sebentar sama warga sekitar, mereka ramah banget—seakan tahu kalau kita masih pendaki newbie yang deg-degan.

    Persiapan sebentar, dan jalur langsung disuguhin pemandangan ladang-ladang sayuran warga yang tertata rapi. Banyak spot yang instagramable banget bahkan sebelum masuk pos 1. Tanahnya masih relatif datar, dan suasananya bikin hati tenang.

Pos 1: Lorong Pinus Estetik

    Masuk ke Pos 1, kita kayak langsung diajak masuk ke dalam dunia dongeng. Deretan pohon pinus tinggi berjajar, membentuk semacam lorong alami yang adem banget. Langit masih remang-remang, dan sinar matahari mulai menembus sela-sela daun. Cahaya pagi itu jatuh di jalur setapak dan bikin efek sinematik alami yang bikin semua orang berhenti sejenak buat foto-foto.

    Di pos ini, suara burung dan daun-daun yang tertiup angin jadi backsound alami. Udah nggak ada suara kendaraan atau notifikasi HP. Hanya suara alam dan napas kita sendiri. Rasanya damai banget. Walaupun trek mulai agak menanjak, semangat kami masih tinggi karena semua terasa serba baru dan menyenangkan.

Pos 2: View Sindoro Mulai Muncul!


    Setelah lewat hutan pinus, jalur mulai terbuka sedikit demi sedikit. Langit kelihatan lebih luas, dan dari kejauhan, Gunung Sindoro mulai menunjukkan dirinya. Pemandangannya makin cakep. Kami sering berhenti hanya buat lihat ke belakang dan kagum—“Kita udah sejauh ini ya?”

    Di pos ini, kita juga mulai ngelewatin padang rumput kecil dengan bunga-bunga liar yang tumbuh di pinggir jalur. Anginnya mulai lebih kencang, dan hawanya makin dingin. Tapi semuanya terasa segar. Saking kagumnya, kita sempat duduk agak lama di batu besar sambil makan snack dan menikmati view karena beneran kayak ada di lukisan.

Pos 3: Serasa Jalan di Atas Karpet Hijau


    Ini bagian favoritku. Jalur mulai menanjak lagi tapi lebih terbuka. Langkah kaki semakin pelan karena capek, tapi rasa excited-nya malah makin tinggi. Padang rumput luas terbentang di depan, dengan background langit biru dan awan yang menggantung rendah. Kami benar-benar seperti berjalan di atas karpet hijau yang langsung nyambung ke langit.

    Gunung Sumbing mulai kelihatan jelas. Kami ketemu rombongan pendaki lain yang udah turun, dan mereka bilang sunrise hari itu gila banget cantiknya. Semangat langsung naik lagi. Setiap sudut di pos ini cocok buat duduk, rebahan, atau sekadar nikmatin angin sambil menatap horizon.

Camp Area: Malam Romantis di Bawah Bintang


    Sampai di area camp menjelang sore, dan langit mulai menunjukkan warna-warna magisnya. Kami langsung dirikan tenda di area yang menghadap ke barat. Sunset pelan-pelan muncul di balik Gunung Sumbing. Langit berubah dari oranye ke merah muda lalu ke ungu gelap. Semua orang otomatis hening, menikmati pertunjukan langit tanpa suara.

Malamnya, bintang muncul satu per satu. Udara dingin banget, tapi kami punya sleeping bag dan jaket tebal. Kami rebahan di luar tenda sambil dengerin lagu mellow, minum coklat panas, dan ngebahas kehidupan. Malam itu, bumi dan langit kayak bersatu di satu titik. Magis banget.

Puncak: Sunrise Tercantik Seumur Hidup

Jam 4 pagi, alarm bunyi. Meski dingin, kami bangun dan siap-siap summit. Jalur dari camp ke puncak nggak terlalu jauh, tapi cukup bikin ngos-ngosan. Begitu nyampe atas, angin langsung menyambut. Langit masih gelap, tapi perlahan berubah warna. Dan akhirnya... sunrise-nya muncul.

Cahaya keemasan keluar pelan dari balik cakrawala. Lautan awan membentang luas di bawah kaki kami, dan puncak-puncak gunung lain tampak mengambang di atasnya. Sindoro, Sumbing, Merapi, dan Merbabu semuanya berdiri megah. Semua orang langsung ambil posisi foto, tapi banyak juga yang cuma diem terharu. Aku juga.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menyapa Langit: Pendakian Gunung Merbabu via Thekelan (tes)

Kalau hidupmu terasa terlalu datar, mungkin memang waktunya mendaki. Dan inilah cerita gue bersama dua   pendaki lainnya , sahabat seperjala...